Sumber Nikel yang Bertanggungjawab untuk Kendaraan Listrik
Kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) merupakan salah satu cara transisi yang vital dari energi bahan bakar fosil menuju ke transportasi yang bersih. EV dapat mengurangi polusi udara dan lebih efisien dibanding mobil-mobil yang menggunakan bensin. Terlebih, manfaat pada iklim akan bertambah ketika energi hijau sudah dimanfaatkan pada jaringan listrik lainnya.
EV akan menghindari hal terburuk dari krisis iklim – apabila kita dapat mencari cara yang lebih baik untuk membuatnya. Hanya saja, menyediakan mineral yang bertanggungjawab untuk merakit EV secara bertanggung jawab memiliki tantangannya tersendiri.
Penambangan Nikel untuk EV di Indonesia
Baterai yang memiliki kandungan nikel tinggi memungkinkan EV untuk menempuh perjalanan jarak lebih jauh. Indonesia saat ini menyuplai separuh kebutuhan nikel dunia. Seiring dengan pertumbuhan pangsa pasar baterai EV, Pemerintah Indonesia juga bertaruh besar-besaran pada industri ini. Beberapa perusahaan merespon naiknya kebutuhan nikel dan materi ekstraktif lainnya dengan pertambangan yang merusak ekosistem rentan, menghasilkan limbah beracun, dan mencemari iklim. Liputan dari Financial Times dengan melibatkan hasil temuan Mighty Earth dengan partner kami Brown Brothers Energy and Environment memperlihatkan bagaimana hutan-hutan di Indonesia dihancurkan akibat kebutuhan nikel (sebagaimana tergambarkan di bawah).
Agar dapat memahami dampak pertambangan nikel untuk menyuplai EV kepada para pelanggan di seluruh dunia, kami menginvestigasi 329 konsesi pertambangan nikel, diantaranya area-area yang dibebankan izin oleh pemerintah kepada perusahaan untuk dieksploitasi, di seluruh Indonesia. Kami menemukan bahwa hampir 80,000 hektar hutan sudah dibabat habis untuk mengeruk bijih nikel. Hal ini kemungkinan masih perhitungan kasar. Lebih mengkhawatirkan lagi, adanya temuan bahwa setengah juta hektar konsesi nikel di Indonesia masih berupa hutan, dan terancam untuk ditandaskan.
Figur 1: Nikel yang ditambang di Indonesia menjadi bahan baterai-baterai kendaraan listrik di Amerika, Eropa, dan Tiongkok.
Untuk setiap dari 329 konsesi yang kami evaluasi, kami menggunakan dokumen perizinan pemerintah dan profil kepemilikan untuk menentukan waktu minimum berapa lama setiap tambang telah beroperasi. Selanjutnya, kami menggunakan deforestation alert dan citra satelit untuk mengkonfirmasi–dengan tingkat kepastian yang tinggi–bahwa pembukaan lahan di dalam batas konsesi dilakukan khususnya untuk penambangan nikel. Setidaknya, lebih dari 76.031 hektar hutan telah hilang di sepanjang konsesi pertambangan nikel di Indonesia sejak konsesi. Meskipun demikian, banyak tambang yang paling merusak hutan telah membabat hutan jauh sebelum periode ini. Secara keseluruhan, diperkirakan 153.364 hektar deforestasi telah terjadi di dalam batas-batas 329 konsesi nikel Indonesia sejak tahun 2000. Dampak sebenarnya dari penambangan nikel di Indonesia selama dua dekade terakhir kemungkinan berada di antara deforestasi minimum 76.031 hektar dan total deforestasi 153.364 hektar.
Bahwa dari seluruh 329 konsesi nikel di Indonesia yang kami evaluasi, kami melihat lebih detil pada 25 tambang yang menjadi ancaman terbesar pada sejumlah area hutan:
Figur 2: 25 konsesi tambang nikel yang merusak hutan paling banyak
Name of Nickel Concession | Hectares of Tree Cover Loss | Percentage of Forest Coverage defined as “High Carbon Stock”1 | Hectares of “Key Biodiversity Area”2 |
Vale Indonesia – Sorako Block | 14,550 | 51.0% | 34,124 |
Aneka Tambang – Konawe Utara | 2,776 | 60.6% | N/A |
Bintang Delapan Mineral | 2,738 | 85.1% | 17,105 |
Vale Indonesia – Pomaala Block | 2,614 | 32.3% | N/A |
Vale Indonesia – Bahodopi Block | 2,465 | 80.2% | 1,186 |
Bukit Makmur Istindo Nikeltama | 1,836 | 44.2 % | |
Multi Dinar Karya | 1,708 | 51.1% | 3,115 |
Wana Kencana Mineral | 1,414 | 82.7% | |
Pertambangan Bumi Indonesia | 1,381 | 17.4% | |
Lawaki Tiar Raya | 1,251 | 68.7% | |
Weda Bay Nickel | 1,248 | 86.3% | 4,572 |
Bahodopi Utara Block | 1,192 | 19.4% | |
Ceria Nugraha Indotama | 1,119 | 41.7% | |
Halmahera Sukses Mineral | 1,079 | 49.2% | |
Sulawesi Cahaya Mineral | 614 | 90.7% | 112 |
Cahaya Ginda Ganda | 596 | 93.6% | 1,236 |
Total Prima Indonesia | 520 | 33.2% | |
Arga Morini Indah | 519 | 19.5% | |
Trimegah Bangun Persada | 457 | 4.5% | 109 |
Tonia Mitra Sejahtera | 284 | 28.8% | |
Citra Lampia Mandiri | 282 | 51.3% | |
Hengjaya Mineralindo | 271 | 85.0% | 239 |
Sinar Makmur Cemerlang | 219 | 75.9% | 1,137 |
Nusa Karya Arindo | 49 | 75.8% | 1,300 |
Sumberdaya Arindo | 24 | 62.9% |
Hutan “Ber-Stok Karbon Tinggi” memiliki jumlah karbon yang besar yang terdapat dalam hutan dan tanah, yang penting untuk menyimpan karbon yang jika dibabat maka akan berada di atmosfer. Hutan berstok karbon tinggi bervariasi dari hutan hujan tropis tua yang utuh hingga hutan yang sedang memulihkan diri yang, jika dibiarkan, akan dengan mudah pulih. Dari 25 konsesi di atas, 9 mengandung jumlah Stok Karbon Tinggi yang signifikan (75% atau lebih). Sembilan konsesi lainnya memiliki kurang dari 50% Stok Karbon Tinggi, menunjukkan bahwa mungkin terdapat lahan yang terdegradasi di dalam konsesi-konsesi ini yang bisa ditambang untuk nikel.
Membahayakan Hutan, Hewan, dan Laut
Nikel umumnya ditemukan di wilayah yang penuh kehidupan liar di Indonesia. Sulawesi dan Maluku menjadi wilayah transisi bagi tumbuhan dan hewan di antara Asia dan Australia. Layaknya Kepulauan Galapagos, wilayah-wilayah itu disebut “laboratorium evolusi yang hidup”. Wilayah tersebut merupakan rumah bagi banyak spesies, yang beberapa di antaranya tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Di daerah lepas pantai Indonesia, 30% dari terumbu karang dunia yang berharga hidup di situ. Ketika hutan diluluh lantakan dan laut dicemari, perusahaan tambang juga merusak keanekaragaman flora dan fauna di wilayah itu. Deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati akan mengurangi kemampuan hutan untuk menampung karbon, yang bakal berkontribusi pada krisis iklim.
Bintang Delapan Mineral
Bintang Delapan Mineral berlokasi di sisi timur Sulawesi Tengah, tepat di daratan dari salah satu situs pemrosesan nikel utama di Indonesia, Morawali Industrial Park. Bintang Delapan, bersama dengan raksasa pengolahan nikel asal Tiongkok, Tsingshan, memiliki lebih dari tiga perempat saham Morawali Industrial Park
Sekitar 85% dari konsesi ini ditutupi oleh hutan Ber-Stok Karbon Tinggi. Pendekatan Hutan Stok Karbon Tinggi dikembangkan untuk mengidentifikasi area hutan dan lahan yang terdegradasi dengan nilai karbon dan keanekaragaman hayati yang rendah yang dapat dikembangkan. Bahkan lebih mengkhawatirkan, 17.105 hektar dari Bintang Delapan, hampir seluruh kawasan konsesi, terletak dalam area yang diklasifikasikan olehInternational Union for the Conservation of Nature (IUCN) sebagai KBA. Sudah ada 2.738 hektar yang telah dibabat dalam konsesi ini sejak tanggal penyesuaian izinnya pada tahun 2010.
Figur 3: Pemberitahuan deforestasi di dalam batas konsesi Bintang Delapan, banyak di antaranya diklasifikasikan sebagai Kawasan Keanekaragaman Hayati Utama.
Aneka Tambang
Peta di bawah ini menunjukkan blok penambangan nikel terbesar milik perusahaan tambang milik negara, Aneka Tambang, yang terletak di Sulawesi Tenggara. Sekitar 60% kawasan tersebut merupakan Hutan Ber-Stok Karbon Tinggi. Sejak tahun 2013, sudah sekitar 2.776 hektar lahan telah dibuka. Melihat konsesi ini pada tahun 2017 dan pada tahun 2023, penambangan dalam jarak 100 meter dari laut lebih terlihat, dan penumpukan sedimen ke laut terlihat dari citra satelit. Selain itu, sungai yang mengalir melalui konsesi Aneka Tambang secara jelas terlihat tercemar oleh sedimen. Empat tambang tambahan dari 25 yang kami telaah secara rinci juga telah membabat hutan dalam jarak 100 meter dari laut.
Pemberhentian produksi kendaraan listrik bukan menjadi tujuan, namun harus dipastikan bahwa hutan, ekosistem, dan warga lokal dilindungi ketika kita akan melakukan transisi. Salah satu potensi solusi yang paling efektif ada pada membangun ketelusuran dan transparansi terhadap rantai pasokan.
Meningkatnya ketelusuran berarti perusahaan dapat dilacak dari mana mereka mendapatkan mineral tersebut, dimulai dari tambang menuju kilang, lalu ke tempat pengolahan, selanjutnya menuju pabrik yang menggunakan nikel untuk baterai mobil mereka. Transparansi berarti menjadikan rantai pasokan mereka dapat diakses oleh publik, sehingga membuat pelanggan dan masyarakat sipil dapat memantau rantai pasokan nikel. Seluruh perusahaan yang terlibat dalam rantai pasokan EV, meliputi produsen kendaraan, bisa mulai untuk meminimalisasi bahaya dari pertambangan nikel dengan memastikan mereka tidak menggunakan nikel yang dikeruk dari tambang yang terdapat pada habitat kehidupan liar, atau area yang memiliki “High Conservation Value (HCV)”.
Transformasi industri nikel bukanlah pekerjaan mudah, namun dapat dilakukan. Di Asia Tenggara, deforestasi akibat industri kelapa sawit sudah turun sekitar 90%, hal ini disebabkan kebijakan dan mekanisme penegakkan dapat diikuti dengan meningkatnya ketelusuran dan transparansi, serta dukungan kebijakan yang melindungi hutan, kelompok masyarakat, dan kehidupan margasatwa. Dengan melakukan hal tersebut, mereka bisa menerapkan praktik ekstraksi yang bertanggung jawab sembari menumbuhkan industri EV – membangun masa depan yang lebih bersih dan sehat untuk sektor transportasi dan Bumi secara keseluruhan.